Rabu, 04 Juni 2008

NASEHAT UNTUK “dik CASMUDI”

NASEHAT UNTUK “dik CASMUDI”

Casmudi adalah anak kembar dari pasangan Bapak Tahari dan Ibu Kundiyah, saudara kembarnya bernama Suparno, sejak lahir Casmudi sudah dipisahkan oleh saudara kembarnya. Karena diangkat oleh seorang bapak yang tidak mempunyai anak dan keluarga. Ayah angkat Casmudi waktu itu berumur sekitar 55 tahun. Casmudi kecil sangat bahagia karena bapak angkatnya selalu membelikan apa yang diinginkan untuk membahagiakannya. Berbeda dengan Suparno saudara kembar Casmudi, sehari-harinya harus rela makan seadanya dan berpakaian ala kadarnya, karena memang Ibu dan Bapaknya hidup serba pas-pasan dan mempunyai banyak anak.

Suatu hari ayah angkat Casmudi sudah tidak mampu lagi untuk membiayai Casmudi karena tubuhnya semakin renta termakan oleh usia dan Ia tidak tahu harus bekerja apa lagi. Akhirnya dengan sangat terpaksa Casmudi kecilpun dikembalikan kepada keluarganya. Waktu itu umur Casmudi baru tujuh tahun.
Casmudi pun harus rela hidup susah bersama keluarganya. Casmudi kecil yang belum tahu apa-apa hanya bisa pasrah menerima keadaan ini. Tak lama kemudian ayah Casmudi menginggal dunia dan Ibunya kawin lagi dengan seorang tetangga desa, tapi pernikahannya dengan suami keduanya tidak bertahan lama, dan sang ibu pun bingung dengan apa harus membiayai keluraganya karena sang ibu hanya mengandalkan pekerjaan sebagai buruh batik yang upahnya tidak seberapa.

Tak lama setelah bercerai dengan suami keduanya sang Ibu kawin lagi, kali ini lelaki yang menjadi tambatan hatinya adalah seorang duda tiga anak yang berprofesi sebagai tukang becak Ibu Casmudi sangat mengandalkan suaminya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, karena beban yang dipikulnya terlalu berat. Karena dua dari tiga anak suaminya ikut Ibunda Casmudi dan sang Ibu merasa berhutang budi dengan suaminya maka kedua anak sang suamipun lebih diutamakan dari pada anak-anaknya sendiri. Satu, dua minggu Casmudi masih diperhatikan keluraganya tapi lama-kelamaan Casmudi pun harus rela kehilangan kasih sayang dari sang Ibu.
Casmudi yang waktu itu masih duduk di kelas dua Sekolah Dasar (SD) harus rela berhenti sekolah karena keluraganya sudah tidak mampu membiayainya lagi. Ketika Casmudi pulang kerumah dia pun merasa asing berada dalam keluarga barunya karena hampir seluruh kakak dan adiknya tidak ada yang peduli padanya, apalagi kedua anak dari suami baru ibunya tidak terlalu suka melihat keberadaan Casmudi dan casmudi lebih suka menghabiskan waktunya seorang diri. Kini Casmudi hidup sebatag kara dan hanya mengandalkan pemberian dari para Tetangga yang peduli padanya. Casmudi pun hidup terasing dan hampir tidak ada anak yang mau bermain bersamanya. Sang ibu tidak pernah mencari dimana Casmudi berada. Sampai sekarang dia tidak pernah menyebut nama ibunya, walau hanya sekedar menyapa. Sang ibu pun seakan-akan tidak mengenal Casmudi lagi, ketika bertemu dijalanpun sang Ibu seakan melihatnya.

Casmudi yang tidak bisa baca tulis ini setiap hari melewatkan waktunya seorang diri dan tidur di sebuah Mushola kecil di kampungnya. Sampai suatu saat ada seorang juragan batik yang peduli dan mengajak Casmudi untuk bekerja di tempatnya. Waktu itu casmudi baru berusia 11 tahun tapi dia sudah dipaksa untuk mencari penghasilan yang tidak seberapa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sampai sekarang Casmudi tidak tahu keberadaan Ayah angkatnya, masih hidup atau sudah tiada dia tidak tahu, karena waktu berpisah ia masih belum tahu apa-apa. Padahal dalam hatinya dia sangat ingin sekali bertemu dengannya tapi dia bingung harus berkeluh kesah dengan siapa dan harus mencari dimana. Casmudi hanya bisa merenung meratapi nasibnya.

Casmudi – Casmudi betapa malang nasibmu kini. Padahal dulu kau anak yang serba kecukupan hampir semua yang kau inginkan bisa kau dapati. Kau terlalu dewasa untuk menjalani hidup ini padahal umurmu baru belasan tahun. Tapi kau tidak usah menyesal karena masih banyak anak di negeri tercinta yang sangat kaya akan sumber daya alamnya ini yang senasib denganmu. Masih banyak anak di negeri ini (yang katanya gemahripah lhohjinawi seperti cerita para guru Sekolah Dasar dulu) yang harus rela tidur dijalan dengan beralaskan jejak kaki para penguasa, masih banyak anak yang harus rela menjadi pengemis karena kebijakan pemerintah, masih banyak anak yang harus menjadi pengamen dengan menyanyikan syair yang ditulis oleh penguasa yang rakus, dan masih banyak lagi aroma kesengsaraan yang sudah mulai tercium baunya karena ulah para penguasa negeri ini. Jadi seharusnya kau masih harus bersyukur, karena nasibnya masih agak beruntung dari pada mereka. Karena memang inilah resiko hidup dinegeri ini, negeri yang serba tidak jelas, absurd, dan kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di esok hari, kita tidak akan pernah tahu akan menjadi apa kita nanti, karena hanya Tuhan yang bisa menyingkap semua rahasia ini. Kita sebagai manusia hanya bisa pasrah mengikuti kehendak-Nya. Mungkin nanti kau akan menjadi manusia yang paling di takuti dinegeri ini atau mungkin kau akan menjadi pemimpin negeri ini. Semuanya mungkin kalau Tuhan sudah berkehendak, karena kita memang tidak bisa lepas dari takdir Tuhan.

Perempuan Berotot

PEREMPUAN BEROTOT

Pagi itu waktu menunjukkan pukul 5 pagi, Yul yang baru saja menunaikan Sholat Subuh langsung bersiap untuk memasak, menanak nasi, mencuci, dan menyiapkan pakaian untuk anak-anaknya. Selesai memasak Yul membangunkan keempat anaknya untuk mandi dan sarapan pagi dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Sebalum anak-anak berangkat sekolah, Yul menyempatkan diri menemani anak-anaknya belajar. Pekerjaan Yul belum selesai karena dia masih harus mengantarkan anaknya yang paling kecil, sibungsu yang sudah berusia lima tahun ini akan memulai sekolahnya di Taman kanak-kanak. Selesai mengantar sibungsu Yul mulai disibukkan dengan kesibukan yang belum sempat terselesaikan.

Yul yang bekerja sebagai buruh batik ini harus rela melewatkan hari-harinya untuk mendapatkan rupiah demi rupaih. Setiap hari Yul bekerja dari mulai pagi sampai larut malam bahkan terkadang sampai pagi lagi. Semua itu dilakukannya dengan harapan keempat anaknya dapat meraih hidup yang jauh lebih baik dari dirinya. Ketika kondisi batik lesu maka Yul harus memutar otak untuk berfikir bagaimana cara mendapatkan rupaih? Karena bekerja sebagai buruh batik tidak akan pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Itulah Yul wanita setengah baya ini harus bekerja keras, membanting tulang dan menjadi kepala keluarga demi memenuhi kebutuhan keempat anaknya. Semenjak ditinggal kawin lagi oleh suaminya dengan wanita yang ditemuinya di tempat prostitusi, Yul sudah tidak diberi nafkah lagi, nasibnya pun digantung. Tapi Yul tidak pernah mengeluh atau menyesali keadaan, Yul terus berjuang tanpa pamrih.

Tetapi cita-cita Yul untuk menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi kandas sudah. Yul hanya mampu menyekolahkan keempat anaknya sampai Sekolah Dasar (SD), itu pun Yul sering dipanggil menghadap kepala sekolah, ketika penerimaan raport anak-anaknya, karena Yul harus membayar SPP anak-anaknya yang sering nunggak.
Yul adalah salah satu contoh wanita korban keadaan dari sekian banyak wanita di Indonesia yang mengalami nasib kurang beruntung. Di Indonesia masih banyak orang-orang seperti Yul, bahkan ada yang lebih kurang beruntung dari Yul. Mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, Sulitnya mencari lapangan pekerjaan, kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan, rendahnya pendidikan adalah salah satu faktor disamping faktor-faktor lain yang menyebabkan seorang perempuan menjadi tumbal keadaan.

Sementara seorang perempuan harus berjuang melawan kejamnya dunia, para pejabat pemerintah dan para pengusaha saling berusaha untuk berlomba-lomba menumpuk kekayaan dengan bermacam cara yang tidak lazim seperti korupsi, saling menjagal/menjatuhkan lawan, menebang hutan, bahkan mereka rela mengorbankan atau memanfaatkan rakyat kecil demi kepentingan dan kepuasan pribadinya.

Sekarang apa yang harus kita lakukan? Apa harus kiamat yang harus menghentikan adzab yang menimpa negeri ini? Kita harus yakin kalau masih banyak orang Indonesia yang baik dan beruntung serta peduli terhadap permasalahan negeri ini. Masih banyak para pejabat yang benar-benar memikirkan nasib rakyatnya, masih banyak pengusaha di negeri ini yang peduli terhadap masyarakat yang kurang beruntung dan mau tidak mau, kita harus memikirkan jalan keluar apa yang pantas untuk semua permasalahan ini. Kita harus mulai menanamkan kesadaran dan mulai membuka mata, paling tidak kalau belum bisa merubah negara kita bisa merubah daerah dimana kita tinggal dan Pemerintah harus berani menempuh kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih revolusioner baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.

Satu hal yang tak kalah penting adalah menumbuhkan kembali modal sosial bangsa yang terasa kian memudar, seperti semangat gotong royong, kekeluargaan, serta semangat altruism.
Sebagai akhir tulisan, penulis menyampaikan peringatan Corita Kent dalam sebuah buku berjudul Enriched Bread: ’’Jika jumlah orang lapar sudah begitu banyak, Tuhan tidak nampak di mata mereka kecuali dalam wujud sepotong roti. Orang-orang lapar ini akan menyerbu meja makan-meja makan orang kaya, meski dengan cara membunuh...’’. Semoga saja tidak terjadi.

Cahaya

Aku berjalan menaiki sebuah bukit untuk dapat melihat cahaya yang telah lama aku impikan. Langkah demi langkah aku lalui untuk aku lalui bersama hembusan angin yang mangiringi langkahku. setelah lama berjalan akhirnya aku sampai di puncak bukit yang terjal. aku melihat keindahan ciptaan Tuhan yang sangat luar biasa. aku berlari untuk mencari sebuah cahaya yang aku dambakan selama ini, namun tak kutemui yang ada hanya Cahaya redup.