Jumat, 04 Juli 2008

ISLAM DAN POLITIK MENGKAJI TERHADAP KEJADIAN KONFLIK AHMADIYAH DAN FPI

ISLAM DAN POLITIK MENGKAJI TERHADAP KEJADIAN KONFLIK AHMADIYAH DAN FPI



Di antara fenomena yang disadari oleh sebagian pengkaji teori-teori politik secara umum, adalah: adanya hubungan yang erat antara timbulnya pemikiran-pemikiran politik dengan perkembangan kejadian-kejadian historis. Politik ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia.1 (Salim Ali al-Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik Islam [Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. I]).
Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap perilaku serta budaya politik yang memakai kata sifat Islam, menurut Dr. Taufik Abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.
Dalam penghadapan dengan kekuasaan dan negara, politik Islam di Indonesia sering berada pada posisi delematis. Dilema yang dihadapi menyangkut tarik-menarik antara tuntutan untuk aktualisasi diri secara deferminan sebagai kelompok mayoritas dan kenyataan kehidupan politik yang tidak selalu kondusif bagi aktualisasi diri tersebut. Sebagai akibatnya, politik Islam dihadapkan pada beberapa pilihan strategis yang masing-masing mengandung konsekuensi dalam dirinya.
Munculnya berbagai organisasi kemasyarakatan yang berlatarbelakang idiologi Islam menjadi wacana tersendiri bagi sebagian masyarakat. Pro kontra menjadi sebuah hal yang wajar dalam proses demokrasi. Organisasi masyarakat pada dasarnya adalah organisasi yang berbasiskan anggota dengan berdasarkan pada semangat kesukarelawanan untuk mencapai tujuan bersama. Maka tak heran, apabila banyak pegiat kemasyarakatan yang memilih bentuk perhimpunan dan/atau perkumpulan sebagai wadah atau badan hukum organisasinya.
Namun sekarang banyak ormas Islam yang mengatasnamakan kebenaran bertindak dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran agama itu tersendiri. Yang paling banyak mendapat sorotan sekarang adalah ormas FPI dan Ahmadiyah.
Pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, adalah sunatullah dan keniscayaan yang tidak bisa di hindari lagi. Agama Islam bagi kaum muslimin adalah kebenaran yang harus diperjuangkan dan harus ditegakkan, baik pada tataran individu, masyarakat, maupun negara. H. Omar S.Cokroaminoto pernah menulis : “ ..Tak boleh tidak , kaum muslimin mesti mempunyai kemerdekaan umat atau kemerdekaan kebangsaan ( nationalle vrijheid ) dan mesti berkuasa atas negri tumpah darah sendiri “2

Akar Konflik Ahmadiyah dan FPI
Ahmadiyah adalah organisasi masyarakat yang beridiologi islam yang menuai banyak kecaman. Aliran ini sekarang kembali banyak diberitakan terkait keluarnya surat rekomendasi dari badan PAKEM nasional, yang merekomendasikan kepada pemerintah untuk membubarkan aliran ini. Karena dinilai sudah melanggar 12 kesepakatan bersama, yang salah satunya adalah melarang aliran Ahmadiyah melakukan aktivitasnya di depan umum. Meskipun aliran ini memang terbukti sesat, namun sulit membubarkannya, karena di backup oleh Negara-negara kuat, salah satunya adalah Inggris. Dan bagi orang awam akan cukup sulit membedakan ajaran mereka dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Karena di awal merekrut anggota mereka akan mengatakan Nabi Muhammad juga nabi mereka, dan syahadatnya juga sama. Hanya saja mereka mengatakan/menafsirkan Khatamannabiyyin sebagai nabi termulia, bukan penutup para Nabi dan Rasul.
Lambannya sikap pemerintah dalam mengambil keputusan terkait nasib Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) menjadi pemicu aksi penyerangan FPI terhadap AKKBB di Silang Monas, Jakarta, Minggu (1/6). Pemerintah diminta segera mengambil keputusan agar tidak terjadi aksi-aksi kerusuhan.
Sebelumnya, 16 April lalu, Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) merekomendasikan kepada Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama untuk mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait pembubaran JAI. (Maria/Nurseffi)3
Unjuk rasa menuntut pembubaran Ahmadiyah terus berlangsung di hampir sejumlah daerah. Aksi ini sebagai reaksi dari keluarnya surat keputusan bersama tiga menteri yang tidak membubarkan aliran tersebut. Massa juga meminta agar umat Islam berhati hati dan tak terpecah belah. Selain itu, tetap menjaga aqidah dan menegakkan syariat Islam.
Surat soal Ahmadiyah melibatkan Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, serta Jaksa Agung. Dalam surat itu, pemerintah memperingatkan dan memerintahkan agar Ahmadiyah untuk menghentikan segala ajaran serta penafsiran yang selama ini disebarkan. Yakni menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad SAW (SKB Dikeluarkan, Tapi Ahmadiyah Tidak Dibubarkan).(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)4

Berbagai Aksi yang dilakukan FPI terhadap Ahmadiyah
Salah satu ormas islam yang mengutuk keras pembubaran Ahmadiyah adalah Front Pembela Islam (FPI). Puncaknya adalah pada ainsiden Monas dimana mereka menyerang apel yang diadakan Aliansi Kebangkitan Bangsa untuk kebebasan Beragana dan Berkeyakinan (AKKBB), sebelumya FPI juga melakukan cara-cara kekerasan baik secara fisik maupun psikis untuk segera dibubarkannya Ahmadiyah, seperti melakukan pemukulan, perusakan tempat-tempat ibadah dan markas-markas milik Ahmadiyah, disamping itu FPI juga menyerukan dalam ceramah-ceramah, bahkan dalam ceramahnya salah satu ustad dari FPI menyerukan untuk memerangi dan membunuh Ahmadiyah.
Salah satu potongan transkrip rekaman ceramah Sobri Lubis, Sekjen Front Pembela Islam (FPI), 14 Februari 2008. adalah sebagi berikut : .
“Dan kita sudah ingatkan pemerintah sudah kita ingatkan pemerintah, nanti akan dibahas oleh tuan guru kita Ust. Mohammad Khaththath dan ini yang perlu kita ingatkan kalau nanti ternyata pemerintah *CUT* agama islam kami nyatakan kami ajak umat islam ayo mari kita perangi ahmadiyah, BUNUH ahmadiyah dimanapun mereka berada saudara! ALLAHUAKBAR!! Bunuh, bunuh, bunuh, BUNUH!
Nggak apa-apa bunuh darimana belanya… ini namanya bela paksa. Lu ngerusak akidah gw, udah bukan halal lagi udah… udah HOLOL… udah HOLOL. Bukan main… ahmadiyah halal darahnya untuk ditumpahkan, nanti dibilang melanggar HAM, persetan kitab HAM, tai kucing kitab HAM! Kira-kira kalau dibelain kitab HAM melulu entar nabi-nabi palsu muncul lagi donk, kemarin di bandung muncul nabi… nabi lagi. Ya Allah Ya Rabb, ngaku Nabi bikin Ka’bah .”
“Bersama-sama kita ingatkan, jadi ahmadiyah kalau nggak mau kembali kepada Islam, kita perangi atau tidak?”

“PERANGI AHMADIYAH, BUNUH AHMADIYAH, BERSIHKAN AHMADIYAH DARI INDONESIA! ALLAHUAKBAR!”

“Nggak apa-apa, nggak apa-apa kita bertanggung jawab, saya pribadi maupun FPI maupun umat islam yang lain para ulama, bertanggung jawab kalau ada yang bunuh ahmadiyah bilang disuruh kami, bilang disuruh Ust. Sobri Lubis, disuruh Habib Rizieq Syihab. Nggak bakal masalah, kami siap tanggung jawab untuk dunia akhiratnya, untuk bunuh ahmadiyah dimanapun juga mereka berada! ALLAHUAKBAR!”
Ceramah ini terjadi di muka umum. Dan ini adalah ceramah AGAMA, bukan pertemuan partai politik, preman, atau pasukan perang. (Ditulis pada April 11, 2008 oleh sumardiono)5

Jalan Keluar Terhadap Kejadian Konflik Ahmadiyah dan FPI
Aksi menuntut dibubarkannya Ahmadiyah, mendapat reaksi dari berbagai lapisam masyarakat mulai dari Organisasi Masyarakat, Tokoh, Ulama, elit politik, sampai pemerintahan. Pro kontra terhadap pembubaran Ahmadiyah terus berlangsung sampai sekarang. Di satu sisi dengan landasan ideologi agama, mereka menuntut untuk segera membubarkan Ahmadiyah karena bertentangan dengan keyakinan beragama sedangkan di sisi lain dengan mengatasnamakan HAM mereka menyatakan bahwa pembubaran Ahmadiyah melanggar HAM dan undang-undang, karena didalam undang-undang menyebutkan bahwa pemerintah harus menjamin keamanan setiap warga negaranya.
Yang kemudian menjadi penting adalah meletakkan konflik maupun perdebatan soal kepercayaan ini dalam wadah dialog yang emansipatoris. Pihak MUI sendiri bahkan sudah mengatakan tidak menyetujui penggunaan cara-cara kekerasan dalam penolakan terhadap Ahmadiyah. "Kita tidak mendukung bila penolakan Ahmadiyah dengan cara anarkis," ujar Umar Shihab, salah satu Ketua MUI, di sela-sela Munas MUI ke-7 di Jakarta.
Beberapa tokoh, Komnas HAM, dan lembaga swadaya masyarakat juga mengecam penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah. Penyerangan yang diwarnai kekerasan itu, menurut Dawam Raharjo, merupakan bentuk teror yang sesungguhnya.
Untuk menyikapi perkembangan lebih lanjut, pemerintah harus bersikap arif dan adil. Meski sudah ada fatwa dari MUI, sampai saat ini pemerintah belum bertindak untuk membubarkan Ahmadiyah, karena mengingat pelarangan semacam itu bisa menimbulkan kecaman sebagai tindakan yang melanggar hak azasi manusia. Jadi yang penting dilakukan pemerintah adalah mengendalikan arogansi pihak-pihak yang ingin memberikan penolakan terhadap Ahmadiyah dengan cara-cara kekerasan dalam hal ini FPI ataupun Ormas Islam yang lain. Mekanisme dialog yang terbuka bagi publik akan lebih beradab dari pada bersikeras pada keyakinan dengan cara-cara kekerasan.

Tidak ada komentar: